BEM KM UNISA Yogyakarta Sukses Melaksanakan Diskusi Merawat Persaudaraan
Yogyakarta, 20 Agustus 2025, Sebanyak 100 mahasiswa dari berbagai ormawa berkumpul di Lapangan Basket UNISA Yogyakarta untuk mengikuti diskusi bertajuk “Kepemimpinan Anak Muda: Revitalisasi Keorganisasian Mahasiswa Modern”. Acara tersebut menghadirkan panelis lintas kampus yakni Tiyo Ardianto (Presma BEM KM UGM), Fatur Djaguna (Koordinator Umum BEM DIY sekaligus Presma Unjaya) , dan Lukmannul Hakim (Presma UNISA Yogyakarta).
Diskusi berjalan dinamis dan sarat nuansa reflektif. Di samping menegaskan pentingnya persaudaraan dan kolaborasi, ketiga pembicara menyoroti akar masalah dan tantangan struktural yang mempengaruhi kehidupan organisasi mahasiswa masa kini.
Tiyo membuka bahasan dengan penekanan kronologis: menurutnya, kemunduran praktik keorganisasian banyak bermula sejak masa pandemi COVID-19. “Pandemi memaksa proses kaderisasi, pertemuan rutin, dan praktik kolektif lainnya tertunda atau berpindah ke ruang maya — dan itu berdampak panjang pada kapasitas organisasi,” ujarnya.
Tiyo menambahkan bahwa kelanjutan kebijakan Merdeka Belajar — Kampus Merdeka (MBKM) juga turut memberi dampak, dengan mobilitas akademik dan pembagian waktu antara kegiatan akademik-eksternal yang mengubah pola keterlibatan mahasiswa dalam ormawa. Ia menggarisbawahi kebutuhan merancang pola kerja ormawa yang fleksibel namun tetap menjaga kontinuitas kaderisasi dan partisipasi.
Fatur Djaguna melanjutkan dengan perspektif historis. Dalam paparan singkatnya, Fatur menelisik perjalanan kepemimpinan dan gerakan mahasiswa di Yogyakarta—mulai dari tradisi dialog publik, solidaritas lintas kampus, hingga transformasi bentuk aksi yang terjadi seiring perubahan sosial-politik. Menurutnya, memahami jejak historis gerakan sangat penting untuk merumuskan strategi revitalisasi yang tidak mengulang kegagalan masa lalu.
“Sejarah gerakan memberi kita pelajaran tentang taktik, etika perjuangan, dan pentingnya institution building,” katanya.
Sementara itu, Lukmannul Hakim menyoroti masalah generasional yang kerap menjadi sumber gesekan internal. Lukman mengemukakan adanya gap antara pola kepemimpinan generasi sebelumnya—yang cenderung hierarkis dan berbasis pengalaman panjang—dengan gaya kepemimpinan anak muda yang lebih eksploratif, digital, dan hasil-berorientasi.
“Kesenjangan ini bukan semata konflik; ia peluang untuk menyintesis pengalaman dan inovasi. Namun tanpa jembatan komunikasi yang baik, gap itu bisa memecah kebersamaan,” tegasnya.
Lukman mengajak ormawa untuk merumuskan mekanisme transfer pengetahuan yang menghargai kedua sisi: penghormatan pada tradisi dan ruang bagi pembaruan.
Diskusi juga mengangkat isu-isu Pendidikan, Ekonomi, Sosial-Politik dan literasi media digital.
Pada sesi akhir ditutup dengan pembacaan tujuh poin pernyataan sikap tentang Kepemimpinan Anak Muda.
Komentar
Posting Komentar